Kamis, 05 Maret 2015

Kisah Peletakan Hajar Aswad



Anak-anak islam yang dicintai Allah...dalam kesempatan ini majalah anak islam "anak sholih" akan berbagi kisah islami tentang kisah peletakkan hajar aswad. Nah yuuk kita simak kisahnya.

Ketika Rasulullah berusia tiga puluh lima tahun, beliau belum diangkat oleh Allah sebagai seorang nabi. Waktu itu kota Makkah dilanda banjir besar yang meluap sampai ke Masjidil Haram. Orang-orang Quraisy menjadi khawatir banjir ini akan dapat meruntuhkan Ka’bah.
Selain itu, bangunan Ka’bah dulunya belumlah beratap. Tingginya pun hanya sembilan hasta. Ini menyebabkan orang begitu mudah untuk memanjatnya dan mencuri barang-barang berharga yang ada di dalamnya.
Oleh karena itu bangsa Quraisy akhirnya sepakat untuk memperbaiki bangunan Ka’bah tersebut dengan terlebih dahulu merobohkannya.
Rasulullah sendiri ikut bersama-sama yang lain membangun kabah. Beliau bergabung bersama paman beliau Abbas radhiyallahu ‘anhu. Ketika beliau mengambil batu-batu, Abbas menyarankan kepada beliau untuk mengangkat jubah beliau hingga di atas lutut. Namun Allah menakdirkan agar aurat beliau senantiasa tertutup, sehingga belum sempat beliau mengangkat jubahnya, beliau jatuh terjerembab ke tanah.
Beliau kemudian memandang ke atas langit sambil berkata, “Ini gara-gara jubahku, ini gara-gara jubahku”. Setelah itu aurat beliau tidaklah pernah terlihat lagi.

Peletakan Hajar Aswad

Sebelum kita lanjutkan kisah ini, tahukah kalian apa itu hajar aswad?
Hajar Aswad adalah sebuah batu yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari surga. Dulu batu itu berwarna putih, namun karena dosa-dosa anak Adam, maka batu itu pun berubah menjadi berwarna hitam.
Nah, ketika pembangunan sudah sampai ke bagian Hajar Aswad, bangsa Quraisy berselisih tentang siapa yang mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula. Mereka berselisih sampai empat atau lima hari. Perselisihan ini bahkan hampir menyebabkan pertumpahan darah.
Abu Umayyah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi kemudian memberikan saran kepada mereka agar menyerahkan keputusan kepada orang yang pertama kali lewat pintu masjid. Bangsa Quraisy pun menyetujui ide ini.
Allah subhanahu wa ta’ala kemudian menakdirkan bahwa orang yang pertama kali lewat pintu masjid adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang Quraisy pun ridha dengan diri beliau sebagai penentu keputusan dalam permasalahan tersebut.
Rasulullah pun kemudian menyarankan suatu jalan keluar yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh mereka. Bagaimana jalan keluarnya?
Beliau mengambil selembar selendang. Kemudian Hajar Aswad itu diletakkan di tengah-tengan selendang tersebut. Beliau lalu meminta seluruh pemuka kabilah yang berselisih untuk memegang ujung-ujung selendang itu. Mereka kemudian mengangkat Hajar Aswad itu bersama-sama. Setelah mendekati tempatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-lah yang kemudian meletakkan Hajar Aswad tersebut.
Ini merupakan jalan keluar yang terbaik. Seluruh kabilah setuju dan meridhai jalan keluar ini. Mereka pun tidak jadi saling menumpahkan darah.


Rabu, 04 Maret 2015

Hukum Mainan Anak “Boneka”



Wahai ayah bunda pendidik anak islam...mungkin terkait mainan anak sudah terbiasa dipakai oleh putra-putri kita dan tidak asing lagi. Ada yang berupa mainan edukatif balok, mainan playpad, mainan mobil-mobilan, mainan berupa boneka dll. 
 
Bagaimana dengan hukum boneka untuk mainan anak-anak?
Kebanyakan ulama -dari Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali- berpendapat bahwa diharamkan membuat gambar dan patung kecuali untuk boneka (mainan anak-anak).
Al Qodhi ‘Iyadh menukil akan kebolehan tersebut dan ia katakan bahwa ini adalah pendapat mayoritas ulama. Begitu pula Imam Nawawi mengikuti pendapat ini dalam Syarh Muslim. Beliau rahimahullah berkata bahwa dikecualikan dari larangan gambar atau patung yaitu jika dimaksudkan untuk boneka anak-anak karena ada dalil yang menunjukkan keringanan hal ini.
Kebolehan di sini terserah mainan tersebut dalam bentuk manusia atau hewan, baik berbentuk tiga dimensi ataukah tidak, begitu pula yang berbentuk imajinasi yang tidak ada wujud aslinya seperti kuda yang memiliki sayap.
Namun ulama Hambali memberikan syarat kebolehannya jika tidak ada kepala atau anggota badannya tidak sempurna sehingga tidak dianggap bernyawa. Sedangkan ulama lainnya tidak mempersyaratkan seperti itu.
Jumhur (baca: mayoritas ulama) berdalil dengan pengecualian di atas berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata,
كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَكَانَ لِى صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِى ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَىَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِى
Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa salam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku” (HR. Bukhari no. 6130).
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menyebutkan, “Para ulama berdalil dengan hadits ini akan bolehnya gambar (atau patung atau boneka) berwujud perempuan dan bolehnya mainan untuk anak perempuan. Hadits ini adalah pengecualian dari keumumann hadits yang melarang membuat tandingan yang serupa dengan ciptaan Allah. Kebolehan ini ditegaskan oleh Al Qodhi ‘Iyadh dan beliau katakan bahwa inilah pendapat mayoritas ulama.” (Fathul Bari, 10: 527).
Sedangkan Ibnu Hajar berpendapat bahwa kebolehan bermain dengan boneka seperti ini telah mansukh (dihapus). Namun hadits ‘Aisyah lainnya menunjukkan bahwa klaim mansukh tersebut tidaklah tepat.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ وَفِى سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ « مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ ». قَالَتْ بَنَاتِى. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ « مَا هَذَا الَّذِى أَرَى وَسْطَهُنَّ ». قَالَتْ فَرَسٌ. قَالَ « وَمَا هَذَا الَّذِى عَلَيْهِ ». قَالَتْ جَنَاحَانِ. قَالَ « فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ ». قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tiba dari perang Tabuk atau Khoibar, sementara kamar ‘Aisyah ditutup dengan kain penutup. Ketika ada angin yang bertiup, kain tersebut tersingkap hingga mainan boneka ‘Aisyah terlihat. Beliau lalu bertanya, “Wahai ‘Aisyah, apa ini?” ‘Aisyah menjawab, “Itu mainan bonekaku.” Lalu beliau juga melihat patung kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau bertanya, “Lalu suatu yang aku lihat di tengah-tengah boneka ini apa?” ‘Aisyah menjawab, “Boneka kuda.” Beliau bertanya lagi, “Lalu yang ada di bagian atasnya itu apa?” ‘Aisyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau bertanya lagi, “Kuda mempunyai dua sayap!” ‘Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang punya banyak sayap?” ‘Aisyah berkata, “Beliau lalu tertawa hingga aku dapat melihat giginya.” (HR. Abu Daud no. 4932 dan An Nasai dalam Al Kubro no. 890. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Hadits ini diceritakan setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perang Tabuk. Ini sudah menunjukkan bahwa hadits ini tidak dimansukh (dihapus) karena datangnya belakangan.
Ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hambali beralasan dengan pengecualian tersebut bahwa mainan tadi dibolehkan karena ada hajat untuk mendidik anak. Ini berarti, jika tujuannya hanya sekedar dipajang di rumah, maka tentu tidak dibolehkan karena ada bahasan sendiri tentang hukum memajang gambar.
Dari penjelasan di atas, berarti dibolehkan boneka untuk mainan anak perempuan dalam rangka mendidik mereka supaya anak perempuan bisa jadi lebih penyayang. Namun aman dan lebih selamat (baca: sikap wara’), boneka tersebut tanpa wujud yang sempurna, tanpa kepala atau wajahnya dihilangkan. Wallahu a’lam.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Al Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al ‘Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu-un Al Islamiyyah, Kuwait, jilid ke-12.
Selesai disusun sebelum ‘Ashar, 17 Syawal 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang-Gunungkidul
Dinukil dari Artikel www.rumaysho.com

Selasa, 03 Maret 2015

Kisah Teladan Islami : Abdulloh Ibnu Maktum muadzin Rosululloh

Teman-teman, pada kisah inspiratif islami kali ini kita akan mengenal salah satu sahabat Rosulullah dan juga muadzin.Tahukan kalian salah satu muadzin (orang yang adzan) Rosulullah...ya tentunya kalian ingat beliau adalah Abdulloh Ibnu Maktum, sebagian orang hanya mengetahui bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya memiliki satu orang muadzin, yaitu bilal bin rabah radhiallahu ‘anhu. padahal tidak hanya bilal yang menjadi muadzin rasulullah, ada nama lain yaitu abdullah bin ummi maktum radhiallahu ‘anhu. ketika kita sodorkan nama abdullah bin ummi maktum, sebagian orang mungkin merasa asing, bahkan di antara mereka baru mendengar seorang sahabat yang bernama abdullah bin ummi maktum.
kedua muadzin rasulullah ini, bilal bin rabah dan abdullah bin ummi maktum radhiallahu ‘anhuma, memiliki waktu khusus untuk mengumandangkan adzan. bilal bin rabah diperintahkan adzan pada waktu shalat tahajud –yang saat ini termasuk sunnah nabi yang sudah jarang kita temui-, sedangkan abdullah bin ummi maktum adzan pada saat datangnya waktu shalat subuh.

latar belakang
abdullah bin ummi maktum adalah salah seorang sahabat senior rasulullah, beliau termasuk di antara as-sabiquna-l awwalun (orang-orang yang pertama memeluk islam). ada yang mengatakan nama beliau adalah umar, ada juga yang menyebut amr, kemudian rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggantinya dengan nama abdullah.
orang-orang madinah mengenalnya dengan nama abdullah, sedangkan orang-orang irak menyebutnya amr. namun keduanya sepakat bahwa nasabnya adalah ibnu qays bin za-idah bin al-usham. abdullah memiliki kedekatan nasab dengan ummul mukminin khadijahradhiallahu ‘anha. ibu dari khadijah adalah saudaranya qays bin za-idah, ayah dari abdullah.
abdullah bin ummi maktum memiliki kekurangan fisik berupa kebutaan (tuna netra). rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “sejak kapan, engkau kehilangan penglihatan?” ia menjawab, “sejak kecil.” maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال الله تبارك وتعالى: إذا ما أخذتُ كريمة عبدي لم أجِدْ له بها جزاءً إلا الجنة
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, ‘jika aku mengambil penglihatan hamba-ku, maka tidak ada balasan yang lebih pantas kecuali surga.”
saat allah memerintahkan rasul-nya dan kaum muslimin untuk hijrah ke madinah, maka abdullah bin ummi maktum menjadi orang yang pertama-tama menyambut seruan allah dan rasul-nya tersebut. walaupun ia memiliki kekurangan fisik, jarak antara mekah dan madinah yang jauh, sekitar 490 km, ancaman dari orang-orang quraisy, belum lagi bahaya dalam perjalanan, semua itu tidak menghalanginya untuk memenuhi perintah allah dan rasul-nya.

keistimewaan abdullah bin ummi maktum
selain memiliki keistimewaan sebagai seorang muadzin rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, abdullah bin ummi maktum juga merupakan orang kepercayaan nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. saat rasulullah melakukan safar berangkat ke medan perang, beliau selalu mengankat abdullah bin ummi maktum menjadi wali kota madinah menggantikan beliau yang sedang bersafar. setidaknya 13 kali rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkatnya sebagai wali kota sementara di kota madinah.
keistimewaan lainnya adalah Allah ta’ala menjadi saksi bahwa abdullah bin ummi maktum adalah seseorang yang sangat mencintai alquran dan sunnah nabi-nya. rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapat teguran dari allah ta’ala lantaran mengedepankan para pembesar quraisy daripada abdullah bin ummi maktum. bukan karena tidak menghormati abdullah bin ummi maktum, akan tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berharap kemaslahatan yang lebih besar –dalam pandangan beliau- apabila para pembesar quraisy ini memeluk islam, namun ternyata hal itu tidak tepat di sisi Allah dan Allah langsung meluruskan dan membimbing nabi-nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
kisahnya adalah sebagai berikut:
pada masa permulaan dakwah islam di mekah, rasulullah sering mengadakan dialog dengan para pembesar quraisy, dengan harapan agar mereka mau menerima islam. suatu kali beliau bertatap muka dengan utbah bin rabiah, syaibah bin rabi’ah, amr bin hisyam atau lebih dikenal dengan abu jahal, umayyah bin khalaf dan walid bin mughirah, ayah khalid bin walid.
rasulullah berdiskusi dengan mereka tentang islam. beliau sangat ingin mereka menerima dakwah dan menghentikan penganiayaan terhadap para sahabat beliau.
sementara beliau berunding dengan sungguh-sungguh, tiba-tiba abdullah bin ummi maktum datang ‘mengganggu’ minta dibacakan kepadanya ayat-ayat alquran.
abdullah mengatakan, “wahai rasulullah, ajarkanlah kepadaku ayat-ayat yang telah diajarkan Allah kepada anda.”
rasul yang mulia tidak memperdulikan permintaan abdullah bin ummi maktum. beliau agak acuh kepada perkataan abdullah itu. lalu beliau membelakangi abdullah dan melanjutkan pembicaraan dengan pembesar quraisy tersebut. rasulullah berharap, mudah-mudahan dengan islamnya mereka, islam tambah kuat dan dakwah bertambah lancar.
selesai berbicara dengan mereka, rasulullah bermaksud hendak pulang. tetapi tiba-tiba penglihatan beliau gelap dan kepala beliau terasa sakit seperti kena pukul. kemudian Allah mewahyukan firman-nya kepada beliau,
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ [1] أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ [2] وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ [3] أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ [4] أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ [5] فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ [6] وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ [7] وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَىٰ [8] وَهُوَ يَخْشَىٰ [9] فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّىٰ [10] كَلَّا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ [11] فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ [12] فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ [13] مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ [14] بِأَيْدِي سَفَرَةٍ [15] كِرَامٍ بَرَرَةٍ [16]
dia ( muhammad ) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta dating kepadanya, tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau mereka tidak membersihkan diri (beriman). adapun orang yang dating kepadamu dengan bergegas (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. sekali kali jangan (begitu)! sesungguhnya ajaran allah itu suatu peringatan. maka siapa yanag menghendaki tentulah ia memperhatikannya. (ajaran ajaran itu) terdapat di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia lagi (senantiasa) berbakti.” (qs. 80 : 1 – 16).
enam belas ayat itulah yang disampaikan jibril al-amin ke dalam hati rasulullah sehubungan dengan peristiwa abdullah bin ummi maktum, yang senantiasa dibaca sejak diturunkan sampai sekarang, dan akan terus dibaca sampai hari kiamat.
sejak hari itu rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin memuliakan abdullah bin ummi maktum.

kisah syahidnya sang muadzin
pada tahun 14 h, amirul mukminin umar bin khattab mengadakan konfrontasi dengan kerajaan persia. beliauradhiallahu ‘anhu menulis surat kepada para gubernurnya dengan mengatakan, “jangan ada seorang pun yang ketinggalan dari orang-orang yang memiliki senjata, orang yang mempunyai kuda, atau yang berani, atau yang berpikiran tajam, melainkan hadapkan semuanya kepadaku sesegera mungkin!” lalu berkumpullah kaum muslimin, tergabung dalam pasukan besar yang dipimpin oleh sahabat yang mulia, saad bin abi waqqash. di antara pasukan tersebut terdapat abdullah bin ummi maktum.
abdullah bin ummi maktum masuk ke dalam pasukan perang qadisiyah dengan mengenakan baju besinya, tampil gagah, dan bertugas memegang panji bendera islam. tidak membuatnya gentar suara di medan perang yang menderu, dentingan tebasan pedang, ataupun desiran anak panah yang melesat. baginya amirul mukminin telah membuka kesempatan bagi semua orang dalam jihad ini, ia pun tak mau melewatkan peluang berjihad di jalan Allah, walaupun bahaya sebagai seorang tuna netra lebih berlipat ganda.
perang yang hebat pun berkecamuk, hingga sampailah pada hari ketiga, baru kaum muslimin berhasil mengalahkan pasukan negara adidaya persia. kemenangan tersebut menjadi kemenangan terbesar dalam sejarah peperangan islam sampai saat itu. namun kemenangan tersebut juga harus dibayar dengan gugurnya para syuhada, para pahlawan islam, di antara mereka adalah sahabat dan muadzin rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam abdullah bin ummi maktum radhiallahu ‘anhu. jasadnya ditemukan terkapar di medan perang sambil memeluk bendera yang diamanatkan kepadanya untuk dijaga.
akhirnya sang muadzin pulang ke rahmatullah, gugur sebagai pahlawan memerangi bangsa majusi persia. semoga Allah ta’ala menerima amalan-amalan abdullah bin ummi maktum dan memasukkan kita dan beliau ke dalam surga Allah.

Demikian kisah islami tentang keteguhan dan keimanan seorang sahabat, semoga menjadi teladan bagi anak-anak islam.
sumber: islamstory.com dll.
oleh nurfitri hadi


About

Flickr

Popular Posts

Live streaming